Review Komik Juujika no Rokunin. November 2025 jadi bulan tegang bagi penggemar manga thriller, saat chapter 227 “Juujika no Rokunin” rilis pada 12 November di Monthly Gangan Joker, memicu debat sengit di komunitas baca dengan lonjakan pembaca 35 persen sejak awal tahun. Serial karya Nakatake Shoto ini, yang tayang sejak Maret 2020, kini capai 227 episode dengan alur balas dendam yang semakin brutal, di mana Kyou Shigoku—korban bullying ekstrem—kembali setelah 10 tahun untuk hancurkan lima pelaku yang rusak hidupnya. Bayangkan cerita di mana trauma masa kecil jadi senjata mematikan: keluarga dibantai, sahabat dikhianati, dan pembalasan datang pelan tapi pasti. Dengan seni gelap dan narasi yang tak kenal ampun, manga ini beda dari shonen ringan, tawarkan campuran horor psikologis dan aksi dingin. Di tengah tren manga revenge yang haus intensitas, “Juujika no Rokunin” tetap jadi pilihan bagi pembaca yang siap hadapi kegelapan hati manusia. Apa yang bikin chapter terbaru ini bikin gelisah tapi nagih? Mari kita review lebih dalam, dari plot yang memutar otak hingga pesan yang nempel di kepala. BERITA TERKINI
Plot dan Karakter: Balas Dendam yang Dingin dan Tak Terduga: Review Komik Juujika no Rokunin
Plot “Juujika no Rokunin” seperti pisau tumpul yang pelan-pelan menusuk, dengan alur balas dendam yang dibangun lapis demi lapis tanpa ampun. Kyou Shigoku, MC berusia 18 tahun, mulai sebagai anak lemah yang dihancurkan lima bully—Uruma Shun, Madoka Hiro, Ushiro Yuuga, Kakeru Kyou, dan satu lagi misterius—yang bunuh keluarganya di depan mata. Flashback awal brutal: adegan penyiksaan sekolah yang bikin pembaca muak, tapi chapter 227 balikkan narasi dengan Kyou yang kini jadi pemburu, gunakan pengetahuan psikologi untuk jebak korban satu per satu. Alurnya maju mundur cerdas: arc awal flashback trauma, sekarang fokus eksekusi dingin, seperti jebakan di chapter terbaru yang libatkan Ushiro dalam permainan mental yang bikin ia hancur sendiri. Kecepatannya pas—tak lambat seperti buildup panjang, tapi tak buru-buru seperti aksi murahan. Kekurangannya? Beberapa subplot korban terasa repetitif, dengan pola “taunting lalu balas” yang mirip, tapi itu sengaja: tunjukkan pola bullying yang siklus. Karakter kuat: Kyou dingin tapi rapuh, flashback ungkap sisi manusiawinya; bully seperti Uruma yang karismatik tapi busuk jadi antagonis relatable. Chapter 227, dengan twist Kyou gunakan “senjata lama” korban untuk balas, jadi puncak—bukan sekadar kekerasan, tapi strategi yang bikin pembaca tegang. Secara keseluruhan, plot ini adiktif, ajak pembaca ikut hitung langkah balas dendam Kyou.
Seni dan Visual: Gaya Gelap yang Mencekam dan Detail Tajam: Review Komik Juujika no Rokunin
Seni Nakatake Shoto di “Juujika no Rokunin” adalah senjata utama, dengan gaya gelap yang mencekam tapi presisi yang bikin setiap panel terasa hidup. Latar sekolah kumuh atau ruang bawah tanah berdarah digambar detail: bayang wajah korban yang memucat, tetesan darah yang realistis, atau mata Kyou yang kosong tapi penuh dendam—semua beri rasa claustrophobia tanpa overkill. Warna dominan hitam-putih dengan aksen merah darah cerah, ciptakan kontras yang tajam, seperti panel flashback di mana cahaya kuning pudar kontras kegelapan sekarang. Panel aksi brutal pakai garis kasar dinamis: pukulan yang lambat-motion dengan efek retak tulang, atau jeritan yang digambar dengan garis ekspresi berlapis—chapter 227 soroti ini dengan close-up wajah Ushiro saat jebakan terungkap, ekspresi campur ketakutan dan penyesalan yang bikin merinding. Desain karakter ikonik: Kyou ramping tapi tegang, bully punya ciri unik seperti tato Uruma yang simbol kekuasaan palsu. Kekurangannya? Beberapa panel dialog panjang terasa statis, terutama di arc strategi, tapi itu jarang ganggu ritme. Secara visual, seni ini kuat untuk adaptasi live-action—bayangkan sinematografi gelap ala thriller Jepang. Bagi pembaca manga pemula, ilustrasi ini mudah diikuti, sementara fans berat apresiasi komposisi seperti bayang silang yang simbol jaring dendam. Singkatnya, visualnya tak hanya dukung cerita, tapi tingkatkan horor psikologis yang bikin susah luput.
Tema dan Dampak: Trauma dan Balas Dendam yang Menggugat Moral
Di balik kekerasan, “Juujika no Rokunin” angkat tema gelap tentang trauma dan siklus balas dendam, yang bikin dampaknya lebih dari hiburan gore semata. Kyou wakili korban yang rusak jadi monster—tema bagaimana bullying hancurkan jiwa, relevan di 2025 saat isu kekerasan sekolah naik global. Chapter 227 perkuat ini: balas dendam Kyou tak heroik, tapi destruktif, ungkap ia kehilangan kemanusiaan, ajar pembaca bahwa “mata ganti mata” bikin semua buta. Tema lain, pengkhianatan dan penebusan di antara bully, beri nuansa abu-abu—seperti Madoka yang punya sisi lemah, bikin pembaca ragu dukung Kyou sepenuhnya. Dampaknya? Pembaca sering bilang manga ini terapi gelap, dengan rating rata-rata 4.3 di platform baca, dorong diskusi tentang batas balas dendam. Kekurangannya? Beberapa adegan kekerasan terasa eksploitatif, tapi eksekusinya tulus untuk kritik sosial. Secara keseluruhan, dampak positif: serial ini inspirasi fan theory dan cosplay korban, plus rating tinggi karena pesan yang menggugat moral. Tema ini bikin manga tak lekang, ajak pembaca renungkan: di dunia nyata, di mana kita pilih maaf atau hancurkan?
Kesimpulan
“Juujika no Rokunin” di November 2025 tetap jadi manga thriller yang mencekam dan tak terlupakan, dengan plot balas dendam dingin, seni gelap memikat, dan tema trauma yang menggugat. Meski kekerasan kadang berlebih dan karakter sekunder kurang dalam, kekuatannya ada di twist brutal dan pesan moral yang ngena. Jika kamu siap hadapi kegelapan hati manusia, baca chapter 227 sekarang—kamu bakal tegang tapi puas ikuti langkah Kyou. Di akhir, serial ini ingatkan: balas dendam mungkin manis, tapi harganya jiwa yang hilang—sebuah pelajaran yang tak mudah diluput.